smpn1sitiung@gmail.com

Kamis, 28 Juli 2011

SOLUSI MENGHADAPI ANAK MALAS BELAJAR

Berbagai upaya sudah dilakukan agar anak semangat belajar. Tapi, hasilnya justru sebaliknya. Seringkali penyebabnya muncul dari orangtua.
Memahami anak sebagai individu yang sedang menjalani tahapan-tahapan dalam masa pertumbuhannya, diperlukan kesabaran ekstra. Demikian pula ketika mendapati anak yang telah memasuki usia sekolah begitu malas belajar. Mengandalkan guru untuk menyelesaikan masalah? Tentu tak bisa begitu.
Apalagi bila kita menyadari bahwa anak sesungguhnya memulai pendidikannya dari rumah. Sehingga, peran orangtua untuk membantu secara langsung kesulitan yang dialami anak merupakan hal yang sangat penting. Mencari penyebabnya adalah langkah awal untuk menerapkan solusi yang tepat.
Robert D. Carpenter MD adalah seorang peneliti yang pernah mengadakan pengamatan terhadap perkembangan belajar murid sekolah dasar di California, Amerika Serikat. Dalam pengamatannya ditemukan adanya penyebab mengapa anak-anak kerap mengalami masalah dalam belajar yang cenderung membuat mereka jadi malas. Berikut ini empat penyebab yang kerap terjadi dan menyebabkan anak malas belajar.
1. Komunikasi tidak efektif
Ingat, target kita berkomunikasi adalah memastikan bahwa ‘pesan’ yang ingin kita sampaikan kepada penerima pesan (anak) diterima dengan benar. Tentu orangtua ingin agar anak mengerti, menyukai dan melakukan apa-apa yang dipikirkan orangtua. Komunikasi yang efektif juga bisa mengungkapkan kehangatan dan kasih sayang orangtua, misalnya, “Ayah bangga sekali, kamu sudah berusaha keras belajar di semester ini.”
Coba ingat-ingat bagaimana pola komunikasi yang kita bangun selama ini. Sudahkah anak-anak menangkap pesan yang kita sampaikan sesuai dengan yang kita maksud?
Seringkali orangtua lupa menyampaikan ‘isi’ dari pesannya, tapi lebih banyak merembet pada hal-hal yang sebenarnya di luar maksud utamanya. Misal, nilai ulangan harian anak di bawah rata-rata teman sekelasnya. Tanpa bertanya terlebih dulu kepada anak kenapa nilainya jelek, Ibu langsung komentar, “Itulah akibatnya kalau kamu nggak nurut Ibu. Main melulu sih. Ibu tuh dulu waktu sekolah nggak pernah dapat nilai 6. Kamu kok nilainya jelek begini. Gimana sih?” Apa inti pesan yang disampaikan Ibu? Anak salah karena nilainya jelek dan semakin salah karena Ibu selalu membandingkan anak dengan keadaan Ibunya sewaktu sekolah. Akibatnya, anak akan berpendapat, “Ah, nggak ada gunanya bilang ke Ibu kalau nilai jelek. Nanti pasti dimarahin.”
Padahal, mengetahui nilai anak yang di bawah rata-rata buat orangtua sangat penting untuk mengevaluasi penyebabnya. “Wah, nilai anak saya untuk mata pelajaran matematika kenapa selalu jelek ya? Apa yang perlu dibantu?” Sederet pertanyaan itu bisa terjawab bila kita berkomunikasi secara efektif, bukan menyalah-nyalahkan anak. Bila penyebab bisa segera diketahui, maka orangtua bisa mencari solusinya dan melakukan perbaikan.
Komunikasi yang tidak efektif yang berjalan selama bertahun-tahun, pastinya akan berdampak negatif pada pembentukan karakter anak. Padahal, salah satu fungsi komunikasi adalah untuk mengenal diri sendiri dan orang lain. Bisa dipastikan pola seperti itu akan membuat anak bingung dalam mengenali dirinya sendiri dan orangtuanya. ‘Apa sih sebenarnya maunya Ayah/Ibu?’ Kebingungan ini mengakibatkan dalam diri anak tidak tumbuh motivasi kuat untuk berprestasi, toh mereka tak tahu apa gunanya mereka belajar.
2. Tak terbantahkan
‘Pokoknya kamu harus ranking satu. Dulu, ayah sekolah jalan kaki, tapi selalu ranking satu. Kenapa kamu nggak bisa?’ Menekankan dengan kalimat, ‘pokoknya’, ‘seharusnya’, dan kata sejenis lainnya menunjukkan tidak adanya celah untuk pilihan lain.
Orangtua yang tak terbantahkan membuat anak sulit mengemukakan pendapatnya. Bahkan, sulit mengetahui potensi dirinya sendiri, apalagi mengoptimalkan potensinya. Kecenderungan tak terbantahkan ini kalau berlanjut terus bisa menjurus pada upaya memaksakan kehendak orangtua pada anak. Misalnya, “Nanti kamu harus jadi dokter.” Kalaupun akhirnya anak mengikuti kehendak orangtuanya kuliah di fakultas kedokteran, ia akan menjalaninya dengan setengah hati. Bisa jadi, hanya setahun dijalani, selanjutnya keluar karena bertentangan dengan keinginannya. Tentu kita tak ingin ini terjadi bukan?
3. Target tidak pas
Target yang tidak pas, bisa terlalu rendah atau terlalu tinggi dari kemampuannya. Jangan sampai memaksakan begitu banyak kegiatan pada seorang anak sehingga mereka jadi jenuh dan terlalu lelah. Akibat overaktivitas, banyak anak yang kemudian mulai meninggalkan belajar sebagai kegiatan yang seharusnya paling utama.
Di sinilah peranan orangtua sangat penting, jangan sampai terlalu memaksa anak dengan harapan agar mereka dapat menuai prestasi sebanyak-banyaknya. Mereka didaftarkan pada berbagai macam kursus atau les privat tanpa mengetahui bahwa batas IQ seorang anak tidak memungkinkannya menerima berbagai macam kegiatan yang disodorkan oleh orangtua.
Namun, sebaliknya bagi anak yang memiliki IQ tinggi, juga perlu penanganan khusus, karena mereka tidak cukup dengan target regular untuk anak lainnya. Mereka membutuhkan tantangan lebih supaya potensinya teroptimalkan. Untuk mengetahui potensi ini, orangtua perlu bantuan psikolog.
4. Aturan dan hukuman yang tidak mendidik
Terlalu ketat dalam rutinitas harian bisa menyebabkan akhirnya anak malas belajar. Namun, sebaliknya tanpa membuat rutinitas harian anak tidak terbiasa memiliki jadwal belajar yang harus dipatuhinya. Jalan tengahnya, rutinitas tidak bisa ditetapkan secara sepihak oleh orangtua, namun dibangun bersama-sama.
Membuat aturan juga harus diikuti dengan konsekuensi. Jadi, anak dapat mengerti apa hubungannya antara kepatuhan menjalani aturan dengan konsekuensinya, bukan sekadar hukuman yang tidak mendidik, seperti hukuman cubitan bila dapat nilai jelek
Bagi anak usia SD ke atas, orangtua perlu mendiskusikannya dengan anak. Aturan tersebut ditandatangani dan dipasang di dekat meja belajar. Misal, 1) Belajar sehabis shalat Maghrib sampai Isya; 2) Boleh nonton Avatar pada minggu pagi; 3) Main PS paling lama 2 jam di hari libur; 4) dan seterusnya.
Jangan bosan juga untuk meng-up date kesepakatan dan mengingatkan kalau ada yang melanggar. Ingatkan juga akan konsekwensinya, misalnya “Belajar yuk! Kemarin kita sepakat kan kalau nggak belajar, gimana hayo?”
Biarkan anak menjawab konsekwensinya. Jika aturan itu sudah dibuat bersama, pasti anak ingat akan konsekwensinya. Harapannya, kesadaran untuk belajar akan tumbuh dari dalam diri anak, bukan dipaksakan orangtua. Tidak ada lagi hukuman yang tidak mendidik, karena hukuman akan membuat anak berpikir “Ugh, belajar sangat tidak menyenangkan!”
Mewaspadai empat hal tersebut penting untuk mencegah kemalasan anak semakin parah. Yuk, bantu anak-anak kita agar rajin dan senang belajar.(by omkent)
Selengkapnya...

Jumat, 22 Juli 2011

MENANAMKAN JIWA NASIONALISME SEJAK DINI

KRISIS NASIONALISME bisa terjadi di negeri Indonesia tercinta ini. Awali penanaman jiwa nasionalisme anak-anak kita sedini mungkin. Mungkin sedikit susah untuk membahas nasionalisme untuk si kecil, apalagi untuk balita Mommy. Secara sederhana nasionalisme adalah menanamkan kecintaan bangsa sendiri kepada si kecil. Mengajarkan darimana dimana si kecil lahir, lingkungan sekitarnya, sampai mengenalkan tentang pemerintahan dengan bahasa dan cara sederhana kepada si kecil. Kesadaran nasionalisme secara otomatis akan diikuti dengan kesadaran untuk persatuan. Tentunya memikirkan cara menyampaikan kepada si kecil adalah sesuatu yang sedikit sulit.
Berikut kegiatan praktis yang mungkin Mommy bisa praktekkan langsung untuk menanamkan kecintaan si kecil pada negara Indonesia.
1. Manfaatkan moment istimewa.
Moment hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus merupakan moment yang bagus untuk mengajarkan si kecil tentang hari kemerdekaan. Ajak si kecil menikmati suasana hari kemerdekaan di lingkungan sekitar rumah. Jelaskan sesederhana mungkin warna bendera Indonesia, atau tentang kemerdekaan yang sudah dinikmati sampai sekarang. Berikan alasan-alasan sederhana dan singkat yang mudah dipahami kenapa semua orang sibuk dengan 17 agustus, kenapa aksesoris warna di mana-mana berwarna merah dan putih. Setidaknya si kecil sedikit tahu tentang bendera dan hari kemerdekaan Indonesia.
2. Mengunjungi museum-museum sejarah Indonesia.
Kelihatannya bukan sesuatu yang menarik untuk dilakukan. Tapi Mommy bisa membuat sedikit kreatifitas yang mungkin membuat si kecil kagum akan sejarah masa lalu bangsa kita. Ajak si kecil membayangkan jika ia hidup di masa yang lalu dengan semua hal yang terjadi. Tunjukkan siapa tokoh tokoh perjuangan yang ada, dan pancing si kecil dengan pertanyaan-pertanyaan lucu seperti misalnya cita-cita si kecil mau jadi seperti pahlawan yang mana? Atau senjata apa yang dipakai perjuangan jaman dahulu? Dan hal-hal kecil lain yang membuat si kecil tertarik. Si kecil tidak akan bisa mengerti secara keseluruhan, tapi sedikit menanamkan dan memberikan gambaran tentang bangsa kita bukanlah sesuatu yang merugikan.
3. Mengenalkan si kecil lewat lagu dan film.
Zaman sekarang ini memang sangat susah untuk mencari lagu – lagu dengan tema kebangsaan. Tapi usahakan si kecil setidaknya mulai mengenal lagu – lagu dengan tema nasionalisme. Menonton film bersama dengan tema yang menunjukkan negara Indonesia juga akan sangat bagus. Tidak ada salahnya memang menonton film buatan luar negeri dengan tema-tema mendidik yang sangat bagus, tetapi sempatkan juga untuk menonton tema-tema bangsa sendiri. Mendorong si kecil mengerti tentang bangsa sendiri, diskusikan hal-hal lucu dan menarik dengan si kecil, dorong si kecil untuk punya cita-cita tertentu dalam membangun bangsa.
4. Yang tidak ketinggalan tentunya lewat buku Moms.
Banyak pengetahuan yang bisa didapat lewat yang namanya sebuah buku. Terkadang si kecil juga bisa tertarik dengan yang namanya peta dan globe. Nah disaat seperti itu tunjukkan dimana letak negara kita. Ceritakan hal-hal menarik seperti mengarungi lautan untuk pergi ke negara lain, naik pesawat terbang untuk bepergian, atau hal-hal menarik seperti kesenian, tarian, atau tarnsportasi yang tidak dimiliki negara lain. Yang ada khas hanya di negara kita saja.
5. Mengembangkan perasaan memiliki.
Penekanan nasionalisme bisa ditekankan pada perasaan memiliki dan senasib dalam bangsa ini. Dimulai dari hal kecil, dan Mommy harus menjadi panutan untuk si kecil. Misalnya dari membuang sampah sembarangan. Kalau si kecil merasa memiliki lingkungan sekitar maka ajari si kecil ikut memelihara dengan membuang sampah pada tempatnya. Kalau si kecil belajar kesenian bangsa sendiri, si kecil akan merasa bisa dan merasa memiliki. Misalnya tarian untuk anak-anak, dll.
Dan mungkin masih banyak lagi yang Mommy bisa lakukan untuk menanamkan rasa nasionalisme sejak kecil. Mengapa harus dilakukan? Karena si kecil adalah aset bangsa ini untuk masa depan, kalau sejak kecil dibiasakan untuk mencintai hal-hal dari negara lain saat si kecil dewasa akan membuatnya condong meninggalkan negeri sendiri dan memilih negara lain. Nah Moms, kalau semua anak melakukan hal yang sama, siapa yang bisa diandalkan untuk memperbaiki bangsa ini dimasa depan nanti?
(by omkent)
Selengkapnya...

Rabu, 20 Juli 2011

CARA MENINGKATKAN KONSENTRASI

Konsentrasi dibutuhkan untuk mencapai sukses. Kemampuan ini menghasilkan penguasaan atas situasi, peningkatan efisiensi, serta memungkinkan Anda memecahkan masalah.
Bila Anda merasa daya konsentrasi melemah, cobalah beberapa saran dari konsultan manajemen dari Amerika Serikat, Robert J. Lumsden yang ia tulis dalam buku 23 Langkah Menuju Sukses dan Prestasi :
- Pertama, lakukan segala yang dapat Anda upayakan untuk mencegah masuknya gangguan. Belajar di dalam ruang duduk, di mana radio atau TV dinyalakan atau orang lain tengah berbicara, tidak akan membantu. Carilah ruang khusus dengan ventilasi, penerangan, dan kehangatan yang memadai.
- Saat memulai, tolak godaan untuk bermimpi tentang masa lalu atau masa datang. Jangan biarkan mata Anda menatap berkeliling, tetapi jaga agar tetap mengarah ke pekerjaan. Anda akan terbantu dengan menuliskan catatan atau menggambar sketsa yang relevan dengan subjek yang Anda hadapi.
- Salah satu musuh konsentrasi adalah kebosanan. Perhatian Anda tak melayang ke mana-mana selama menonton film atau saat membaca novel yang mencekam. Kebosanan justru mudah menyelinap masuk apabila Anda bekerja terlalu lama. Karena itu, batasi waktu belajar selama satu jam, lalu berisitrahat selama sepuluh menit dan kerjakan sesuatu yang berbeda.
- Menetapkan batas waktu. Tetapkan sendiri beban atau jumlah pekerjaan yang pantas Anda lakukan dalam satu jam, satu minggu, atau satu bulan. Dengan memberikan tantangan kepada diri sendiri, Anda telah mendapatkan bantuan untuk mengatur emosi. Harga diri Anda yang terbangun juga akan terus mendorong Anda.
- Musuh terakhir dari konsentrasi adalah sikap mengalah. Jangan pernah berpikir negatif seperti “Saya tidak akan pernah menguasainya”. Otak Anda lebih mampu dan cakap daripada yang Anda kira. Otak akan bangkit karena tuntutan yang lebih berat. Percayalah akan kekuatan Anda sendiri. Hampiri pekerjaan dengan berani. (by om kent)
Selengkapnya...