smpn1sitiung@gmail.com

Selasa, 23 November 2010

BODOH VS PINTAR

Disajikan oleh : Ciptanto Joko Wiyono

1. Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.


2. Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.




3. Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.



4. Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.


5. Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH). oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.


6. Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.


7. Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu di dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.


8. Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar “meratap-ratap” kepada orang bodoh agar tetap di berikan pekerjaan.


9. Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.


10. Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.



11. Bill gate (micr*soft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Liem Siu Liong (BCA group) adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya.
Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.


PERTANYAAN:
1. Mending jadi orang pinter atau orang bodoh?
2. Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh?
3. Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh?
4. Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh?


KESIMPULAN:
1. Jangan lama-lama jadi orang pinter, lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.
2. Jadilah Orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.
3. Kata kunci nya adalah “resiko” dan “berusaha”, karena orang bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil, selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil. Orang pinter perpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut. Dan mengabdi pada orang bodoh.



Selengkapnya...

Senin, 22 November 2010

Kualitas SDM Jadi Kendala Pendidikan Indonesia

Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam
bidang pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun
pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di
Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru,
dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-i.


Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Pendidikan Tinggi
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Prof. Nizam yang ditemui seusai seminar pendidikan dalam rangka
Education Festival yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas
Padjadjaran di Aula Unpad, Jln. Dipati Ukur Bandung, Kamis (11/2).


Menurut Nizam, pembenahan kualitas SDM ini memang bukan pekerjaan
mudah. Waktu yang dibutuhkan juga tidak akan sebentar. "Banyak yang
harus dibenahi, tetapi kita harus optimistis karena SDM adalah kunci
utama. Kalau sistemnya bagus tetapi SDM-nya jelek percuma. Tetapi kalau
SDM-nya bagus walaupun sistemnya kurang bagus bisa lebih baik," katanya.


Nizam menuturkan, harus diakui bahwa daya saing Indonesia masih
tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya di dunia bahkan di Asia
Tenggara. Berdasarkan data dari Global Competitiveness Report di tahun
2008, Indonesia berada di peringkat 55 sementara di tahun 2005 di
peringkat 69.


"Jauh di bawah Singapura, Malaysia, Cina, dan Thailand. Singapura
berada di peringkat ke-5 sementara Malaysia di peringkat 21 di tahun
2008," ujarnya. Lebih lanjut Nizam menuturkan, pekerjaan rumah yang
dihadapi pendidikan di Indonesia masih cukup besar. Dikti, menurut dia,
tidak mungkin mengatur seluruh sistem dengan permasalahan yang kompleks
dan besar tersebut.


"Perguruan tinggi juga harus sprint untuk mengejar ketinggalan secara
terus-menerus serta fokus dalam pengembangan penelitian untuk menjawab
kebutuhan masyarakat dan membangun reputasi internasional," ungkapnya. I
ak dorong mandiri Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, praktisi
pendidikan yang juga pengajar di Fakultas Psikologi Unpad, Hatta Ml in
nl mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
beberapa kali terhadap anak didik, diperoleh kesimpulan, pendidikan di
Indonesia tidak memberikan tempat untuk kemandirian serta kreativitas
siswa. Metode yang digunakan selama ini hanya mengandalkan memori atau
daya i-ngat siswa semata.


"Matematika hanya menghafalkan rumus, seharusnya memecahkan rumus.
Bahasa hanya menghafalkan grammer, semestinya conversation. Akibatnya
hampir tidak terlihat kegunaan dari pendidikan ini," katanya. Oleh
karena itu, menurut dia, orientasi pendidikan harus segera diubah. Sebab
pendidikan selama ini hanya mementingkan produk, bukan proses yang
sebenarnya jauh lebih penting. "Kita sudah coba ubah salah satunya
dengan Sistem Kredit Semester di perguruan tinggi, tetapi tetap kalah
dengan kekuatan kolektivitas yang sudah ada. Apalagi dasar di pendidikan
sebelumnya sudah tertanam pola itu. Itulah sebabnya sejak awal saya
tidak setuju dengan penjurusan di SMA. Karena siswa yang seharusnya
tidak naik kelas justru diarahkan ke sosial budaya. Mereka kemudian
masuk di jurusan sosial perguruan tinggi. Jadilah mereka hakim, jaksa,
dan pengacara sekarang ini," tuturnya.

Selengkapnya...